“Anak mudah-mudahan kamu baik-baik saja di sana” ini adalah pesan ibu yang sangat
jelas tersimpan dibenak ini ketika akan berpisah di sebuah dermaga. Ibu terlihat mengusap air matanya bertanda tak ikhlas
jika melepaskan aku. Ibu menangis karena
tak rela jika aku berhadapan dengan kehidupan baru yang menurutnya sangat
kejam. Namun, aku harus pergi jauh. aku harus meyakinkan bahwa ibu tidak
sia-sia melahirkan ku.Beribu jarak ku lalui, begitu jauh laut ku langgar,
ribuan pulau ku lewati hanya untuk masa depan orang yang tertinggal.
Banyak hal baru yang
belum pernah ku alami kini terpaksa harus ku biasakan. Aku tiba di tempat
yang tak
pernah ku kenal sebelumnya. Kehidupan orang-orang baru ini sangat
berbeda dengan kehidupan ku. Cara bergaul, cara berbicara, cara menyapa dan yang
lainya sangat berbeda dengan kehidupan asli ku.
Mereka berbeda dengan kami, mereka lain dengan kami, kata aku ketika
untuk pertama kalinya ku berhadapan dengan orang-orang asing itu.
Suatu waktu ketika
aku di lantai tiga sebuah kampus, ku
pandang kiri dan kanan terlihat jelas pemandangan nan indah, terkadang terlihat pula kendaraan yang melintas di jalan
tepat dibawa tempat aku berada. Angin sepoi-sepoi datang silih berganti,
kesunyian di atas lantai tiga membuat suasana terasa aman dan damai. Tak kuduga
ternyata perut ku sudah mulai lapar.
Tanpa tunggu lama, ku periksa semua kantong pakian guna mencari uang,
namun tak ada satu pun yang dapat ku jumpai, kecuali sebuah koin bertuliskan
Rp.100. lagi-lagi hari ini aku tak akan makan, kata ku dalam hati. Setetes air
mata membasahi pipi ketika teringat makan siang yang selalu dibuat mama untuk
ku. Sejumlah kasih sayang yang mama berikan ketika aku sakit pun jelas membayangi
hidup yang terasa tak jelas ini.
Kata orang-orang hidup
ini haruslah butuh selembar duit
meskipun cita-cita setinggi langit, namun apa dikata, inilah sebenarnya arti
dari merantau. Harus bertahan dengan perut yang kosong meski kebutuhan perut
harus dipenuhi. Harus menangis meski aku seorang laki-laki yang tegar. harus
mengeluh karena memikirkan bagaimana makan, dan memikirkan bagaimana membeli buku. Masalahnya tidak berhenti hanya di situ,
terkadang aku bingung untuk menjelaskan kepada ibu mengapa sampai hasil ujian ku di bawah
rata-rata.
Terasa jelas bahwa perjalan ini sangat berat, terkadang
aku ingin terhenti dipertengahan jalan. Jalan
ini terasa berliku-liku, kadang terasa berat untuk ku langkahkan kaki
ini.
Namun itu bukan sifat
ku yang sebenarnya, aku adalah seorang laki-laki karena aku berani memutuskan
sebuah pilihan besar, yakni merantau. Aku jangan lagi terlarut dalam semua
kesedihan ini. Aku harus buktikan kepada ibu bahwa anak yang dulu kecil dan sangat keras kepala itu,
kini akan menjadi seorang yang dewasa dan mampu merangkul orang-orang yang
sedang menangis.
Aku harus membuat ibu menangis bukan karena
sedih, melainkan karena terharu ketika mendengarkan nama ku disebutkan diantara sekian banyak peserta
wisudawan yang siap memikul tugas berat.
Oleh karena itu, jalan
berliku ini harus ku langkahi meski langkah kaki ini berat. Tantangan harus ku
lewati, karena ku yakin bahwa pada waktunya semuanya akan menjadi indah. Katakan bisa jika yakin
bisa.
(rigo)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan